Kamis, 20 September 2012

Abu Bakar ash-Shiddiq ra



Nama lengkap beliau adalah Abdullah bin Utsman bin Amir bin Amru bin Ka`ab bin Sa`ad bin Taim bin Murrah bin Ka`ab bin Lu`ai bin Ghalib bin Fihr al-Qurasy at-Taimi – radhiyallahu`anhu. Bertemu nasabnya dengan Nabi pada kakeknya Murrah bin Ka’ab bin Lu’ai. Abu Bakar Ash-Shiddiq adalah shahabat Rasulullah saw. – shalallahu`alaihi was salam – yang telah menemani Rasulullah saw. sejak awal diutusnya beliau sebagai Rasul, beliau termasuk orang yang awal masuk Islam. Abu Bakar Ash-Shiddiq memiliki julukan “ash-Shiddiq” dan “Atiq”.
Ada yang berkata bahwa Abu Bakar Ash-Shiddiq dijuluki “ash-Shiddiq” karena ketika terjadi peristiwa isra` mi`raj, orang-orang mendustakan kejadian tersebut, sedangkan Abu Bakar Ash-Shiddiq langsung membenarkan. Allah telah mempersaksikan persahabatan Rasulullah saw. dengan Abu Bakar Ash-Shiddiq dalam Al-Qur`an, yaitu dalam firman-Nya,
“…sedang dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu dia berkata kepada sahabatnya: `Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita’.” (QS at-Taubah, 40)
Aisyah, Abu Sa’id dan Ibnu Abbas dalam menafsirkan ayat ini mengatakan: “Abu Bakar Ash-Shiddiq-lah yang mengiringi Nabi dalam gua tersebut.” Allah juga berfirman, “Dan orang yang membawa kebenaran dan membenarkannya, mereka itulah orang-orang yang bertakwa.” (az-Zumar, 33)
Al-Imam adz-Dzahabi setelah membawakan ayat ini dalam kitabnya al-Kabaa`ir, beliau meriwayatkan bahwa Ja`far Shadiq berujar: “Tidak ada perselisihan lagi bahwa orang yang datang dengan membawa kebenaran adalah Rasulullah saw., sedangkan yang membenarkannya adalah Abu Bakar Ash-Shiddiq. Masih adakah keistimewaan yang melebihi keistimeaannya di tengah-tengah para Shahabat?”
Dari Amru bin al-Ash radhiyallahu`anhu, bahwa Rasulullah saw. mengutusnya atas pasukan Dzatus Salasil, dia berkata, “Aku lalu mendatangi beliau dan bertanya “Siapa manusia yang paling engkau cintai?” beliau bersabda, ”Aisyah.” Aku berkata, “Dari lelaki?” Beliau menjawab, “Ayahnya (Abu Bakar Ash-Shiddiq.)” Aku berkata, “Lalu siapa?” Beliau menjawab: “Umar.” Lalu beliau menyebutkan beberapa orang lelaki.” (HR.Bukhari dan Muslim)
Rasulullah saw. saw juga bersabda, “Sesungguhnya Allah telah menjadikanku sebagai kekasih-Nya, sebagaimana Dia menjadikan Ibrahim sebagai kekasih-Nya. Dan kalau saja aku mengambil dari umatku sebagai kekasih, akan aku jadikan Abu Bakar Ash-Shiddiq sebagai kekasih.”(HR. Bukhari dan Muslim)
Dari Abu Sa`id radhiyallahu`anhu, bahwa Rasulullah saw. duduk di mimbar, lalu bersabda, “Sesungguhnya ada seorang hamba yang diberi pilihan oleh Allah, antara kemewahan dunia dengan apa yang di sisi-Nya. Maka hamba itu memilih apa yang di sisi-Nya.” Lalu Abu Bakar Ash-Shiddiq menangis, lalu berkata, ”Ayah dan ibu kami sebagai tebusanmu.” Abu Sa`id berkata, “Yang dimaksud hamba tersebut adalah Rasulullah saw., dan Abu Bakar Ash-Shiddiq adalah orang yang paling tahu diantara kami.” Rasulullah saw. kemudian bersabda, “Sesungguhnya orang yang paling banyak memberikan perlindungan kepadaku dengan harta dan persahabatannya adalah Abu Bakar Ash-Shiddiq. Andaikan aku boleh mengambil seorang kekasih (dalam riwayat lain ada tambahan, “selain rabb-ku”), niscaya aku akan mengambil Abu Bakar Ash-Shiddiq sebagai kekasihku. Tetapi ini adalah persaudaraan dalam Islam. Tidak ada di dalam masjid sebuah pintu kecuali telah ditutup, melainkan hanya pintu Abu Bakar Ash-Shiddiq saja (yang masih terbuka).”(HR. Bukhari dan Muslim)
Masa Kekhalifahan
Dalam riwayat al-Bukhari diriwayatkan dari Aisyah radhiyallahu`anha, bahwa ketika Rasulullah saw. wafat, Abu Bakar Ash-Shiddiq datang dengan menunggang kuda dari rumah beliau yang berada di daerah Sunh. Beliau turun dari hewan tunggangannya itu kemudian masuk ke masjid. Beliau tidak mengajak seorang pun untuk berbicara sampai akhirnya masuk ke dalam rumah Aisyah. Abu Bakar Ash-Shiddiq menyingkap wajah Rasulullah saw. yang ditutupi dengan kain kemudian mengecup keningnya.
Abu Bakar Ash-Shiddiq pun menangis kemudian berkata, “Demi ayah dan ibuku sebagai tebusanmu, Allah tidak akan menghimpun dua kematian pada dirimu. Adapun kematian yang telah ditetapkan pada dirimu, berarti engkau memang sudah meninggal.” Kemudian Abu Bakar Ash-Shiddiq keluar, sementara  Umar sedang berbicara di hadapan orang-orang. Maka Abu Bakar Ash-Shiddiq berkata, “Duduklah wahai Umar!” Namun Umar enggan untuk duduk. Maka orang-orang menghampiri Abu Bakar Ash-Shiddiq dan meninggalkan Umar. Abu Bakar Ash-Shiddiq berkata, “Amma bad`du, barang siapa diantara kalian ada yang menyembah Muhammad, maka sesungguhnya Muhammad telah mati. Kalau kalian menyembah Allah, maka sesungguhnya Allah Maha Hidup dan tidak akan pernah mati.
Allah telah berfirman,
Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah Jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? barangsiapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun, dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.” (QS Ali Imran, 144)
Ibnu Abbas radhiyallahu`anhuma berkata, “Demi Allah, seakan-akan orang-orang tidak mengetahui bahwa Allah telah menurunkan ayat ini sampai Abu Bakar Ash-Shiddiq membacakannya. Maka semua orang menerima ayat Al-Qur`an itu, tak seorangpun diantara mereka yang mendengarnya melainkan melantunkannya.”
Dari Sa`id bin Musayyab rahimahullah bahwa Umar ketika itu berkata, “Demi Allah, sepertinya aku baru mendengar ayat itu ketika dibaca oleh Abu Bakar Ash-Shiddiq, sampai-sampai aku tak kuasa mengangkat kedua kakiku, hingga aku tertunduk ke tanah ketika aku mendengar Abu Bakar Ash-Shiddiq membacanya. Kini aku sudah tahu bahwa Rasulullah saw. memang sudah meninggal.”
Dalam riwayat al-Bukhari lainnya, Umar berkata, “Maka orang-orang menabahkan hati mereka sambil tetap mengucurkan air mata. Lalu orang-orang Anshor berkumpul di sekitar Sa`ad bin Ubadah yang berada di Saqifah Bani Sa`idah.” Mereka berkata, “Dari kalangan kami (Anshor) ada pemimpin, demikian pula dari kalangan kalian!”
Maka Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar dan Abu Ubaidah bin al-Jarroh mendekati mereka. Umar mulai bicara, namun segera dihentikan Abu Bakar Ash-Shiddiq. Umar pun berkata, “Demi Allah, yang kuinginkan sebenarnya hanyalah mengungkapkan hal yang menurutku sangat bagus. Aku khawatir Abu Bakar Ash-Shiddiq tidak menyampaikannya. Kemudian Abu Bakar Ash-Shiddiq bicara, ternyata dia orang yang terfasih dalam ucapannya, beliau berkata, “Kami adalah pemimpin, sedangkan kalian adalah para menteri.”
Habbab bin al-Mundzir menanggapi, “Tidak, demi Allah kami tidak akan melakukannya, dari kami ada pemimpin dan dari kalian juga ada pemimpin.” Abu Bakar Ash-Shiddiq menjawab, “Tidak, kami adalah pemimpin, sedangkan kalian adalah para menteri. Mereka (kaum Muhajirin) adalah suku Arab yang paling adil, yang paling mulia dan paling baik nasabnya. Maka baiatlah Umar atau Abu Ubaidah bin al-Jarroh.”
Maka Umar menyela, “Bahkan kami akan membai`atmu. Engkau adalah sayyid kami, orang yang terbaik diantara kami dan paling dicintai Rasulullah saw..” Umar lalu memegang tangan Abu Bakar Ash-Shiddiq dan membai`atnya yang kemudian diikuti oleh orang banyak. Lalu ada seorang yang berkata, “Kalian telah membunuh (hak khalifah) Sa`ad (bin Ubadah).” Maka Umar berkata, “Allah yang telah membunuhnya.” (Riwayat Bukhari)
Menurut ulama ahli sejarah, Abu Bakar Ash-Shiddiq menerima jasa memerah susu kambing untuk penduduk desa. Ketika beliau telah dibai`at menjadi khalifah, ada seorang wanita desa berkata, “Sekarang Abu Bakar Ash-Shiddiq tidak akan lagi memerahkan susu kambing kami.” Perkataan itu didengar oleh Abu Bakar Ash-Shiddiq sehingga dia berkata, “Tidak, bahkan aku akan tetap menerima jasa memerah susu kambing kalian. Sesungguhnya aku berharap dengan jabatan yang telah aku sandang sekarang ini sama sekali tidak merubah kebiasaanku di masa silam.”
Dan terbukti, Abu Bakar Ash-Shiddiq tetap memerahkan susu kambing-kambing mereka. Ketika Abu Bakar Ash-Shiddiq diangkat sebagai khalifah, beliau memerintahkan Umar untuk mengurusi urusan haji kaum muslimin. Barulah pada tahun berikutnya Abu Bakar Ash-Shiddiq menunaikan haji. Sedangkan untuk ibadah umroh, beliau lakukan pada bulan Rajab tahun 12 H. Beliau memasuki kota Makkah sekitar waktu dhuha dan langsung menuju rumahnya. Beliau ditemani oleh beberapa orang pemuda yang sedang berbincang-bincang dengannya. Lalu dikatakan kepada Abu Quhafah (Ayahnya Abu Bakar Ash-Shiddiq), “Ini putramu (telah datang)!”
Maka Abu Quhafah berdiri dari tempatnya. Abu Bakar Ash-Shiddiq bergegas menyuruh untanya untuk bersimpuh. Beliau turun dari untanya ketika unta itu belum sempat bersimpuh dengan sempurna sambil berkata, “Wahai ayahku, janganlah engkau berdiri!” Lalu Abu Bakar Ash-Shiddiq memeluk Abu Quhafah
dan mengecup keningnya. Tentu saja Abu Quhafah menangis sebagai luapan rasa bahagia dengan kedatangan putranya tersebut.
Setelah itu datanglah beberapa tokoh kota Makkah seperti Attab bin Usaid, Suhail bin Amru, Ikrimah bin Abi Jahal, dan al-Harits bin Hisyam. Mereka semua mengucapkan salam kepada Abu Bakar Ash-Shiddiq, “Assalamu`alaika wahai khalifah Rasulullah saw.!” Mereka semua menjabat tangan Abu Bakar Ash-Shiddiq. Lalu Abu Quhafah berkata, “Wahai Atiq (julukan Abu Bakar Ash-Shiddiq), mereka itu adalah orang-orang (yang baik). Oleh karena itu, jalinlah persahabatan yang baik dengan mereka!”
Abu Bakar Ash-Shiddiq berkata, “Wahai ayahku, tidak ada daya dan upaya kecuali hanya dengan pertolongan Allah. Aku telah diberi beban yang sangat berat, tentu saja aku tidak akan memiliki kekuatan untuk menanggungnya kecuali hanya dengan pertolongan Allah.” Lalu Abu Bakar Ash-Shiddiq berkata, “Apakah ada orang yang akan mengadukan sebuah perbuatan dzalim?” Ternyata tidak ada seorangpun yang datang kepada Abu Bakar Ash-Shiddiq untuk melapor sebuah kedzaliman. Semua orang malah menyanjung pemimpin mereka tersebut.
Wafatnya
Menurut para `ulama ahli sejarah Abu Bakar Ash-Shiddiq meninggal dunia pada malam selasa, tepatnya antara waktu maghrib dan isya pada tanggal 8 Jumadil awal 13 H. Usia beliau ketika meninggal dunia adalah 63 tahun. Beliau berwasiat agar jenazahnya dimandikan oleh Asma` binti Umais, istri beliau. Kemudian beliau dimakamkan di samping makam Rasulullah saw.. Umar mensholati jenazahnya diantara makam Nabi dan mimbar (ar-Raudhah). Sedangkan yang turun langsung ke dalam liang lahat adalah putranya yang bernama Abdurrahman (bin Abi Bakar), Umar, Utsman, dan Thalhah bin Ubaidillah.

Artikel Terkait Lainnya :



0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Justin Bieber, Gold Price in India