Jumat, 14 September 2012

Biography Nabi Muhammad SAW : 16. Perjanjian Hudaibiyah



Sudah enam tahun Rasulullah saw. hijrah. Masa-masa yang sangat sulit telah terlampaui. Kini tibalah bulan suci. Pada masa-masa seperti itu, masyarakat Arab dari berbagai pelosok, umumnya berdatangan untuk berziarah ke ka’bah. Sudah menjadi kesepakatan, kaum Qurais di Mekah harus menerima siapapun yang akan berkunjung. Seluruh perselisihan pada bulan haji itu harus dihentikan. Menumpahkan darah, dengan alasan apapun, diharamkan.
Perasaan rindu pada ka’bah mulai mengusik hati Rasulullah saw. dan orang-orang Islam. Ke sanalah setiap hari mereka menghadapkan wajah untuk bersujud pada Allah Sang Pencipta. Sekarang adalah waktu yang tepat untuk mewujudkan kerinduan itu. Maka, Rasulullah saw. pun mengumumkan rencananya untuk pergi ke Mekah berziarah ke ka’bah.
Sekitar seribu empat ratus orang menemani beliau menempuh perjalanan itu. Mereka tidak membawa baju zirah atau perlengkapan perang apapun. Mereka mengenakan baju ihram putih, dan hanya membawa pedang bersarung -perlengkapan dasar orang Arab waktu itu setiap bepergian. Rasul juga membawa 70 unta korban. Peristiwa tersebut diperkirakan terjadi pada Maret, 628 Masehi.
Perjalanan berlangsung lancar hingga mendekati Mekah. Di Hudaibiyah, unta Rasulullah saw. yang diberinya nama Al-Qashwa, pun berhenti dan berlutut. Rasulullah saw. memutuskan rombongan untuk beristirahat di situ. Pihak Qurais yang telah mendengar kabar perjalanan tersebut menjadi bingung bukan kepalang. Menyerang rombongan Rasulullah saw. berarti melanggar kesepakatan adat. Hal demikian akan membuat Qurais dimusuhi oleh semua golongan Arab. Apalagi mereka tahu, Rasulullah saw. datang untuk menunaikan ibadah dan bukan berperang. Namun mereka juga khawatir bila Rasulullah saw. tiba-tiba menyerang Mekah.
Qurais pun menyiapkan pasukan tempur di bawah pimpinan Khalid bin Walid yang saat itu masih kafir. Khalid adalah petempur muda yang sangat disegani kawan maupun lawan. Karena kecerdikannya, umat Islam mengalami kekalahan di Perang Uhud. Selain itu, mereka juga mengirim utusan menemui Rasulullah saw. untuk mengetahui maksud sebenarnya rombongan tersebut. Sebaliknya, Rasulullah saw. juga mengirim Usman bin Affan untuk menemui Abu Sofyan di Mekah. Usman menegaskan bahwa rombongan dari Madinah hanya akan beribadah ke ka’bah, lalu kembali ke Madinah.
Suasana sempat tegang ketika Usman tak kunjung kembali. Kaum muslimin sampai perlu membuat ikrar Ridwan -siap mati bersama untuk menyelamatkan Usman. Syukurlah, itu tak terjadi. Abu Sofyan lalu mengutus Suhail bin Amir untuk berunding dengan Rasulullah saw.
Perundingan dilakukan. Suhail tampak keras untuk memaksakan pendapatnya mengenai isi kesepakatan. Bahkan ia mengedit kalimat demi kalimat yang disusun pihak Muslim. Misalnya terhadap penulisan “Bismillahir-Rahmanir-Rahim” (Dengan nama Allah yang Pengasih dan Penyayang) di awal perjanjian. Suhail memaksakan beliau mengubah menjadi “Bismikallahumma” (Dengan nama-Mu ya Allah). Ia juga menolak pemakaian istilah “Rasulullah ” dan menggantinya dengan “Muhammad bin Abdullah.”
Demikian pula tentang isi perjanjian. Di antaranya adalah bahwa saat itu umat Islam harus kembali ke Madinah. Mereka diizinkan untuk berziarah pada tahun depan. Selain itu, jika orang-orang Mekah lari ke Madinah (untuk masuk Islam), Rasulullah saw. harus menolaknya sehingga yang bersangkutan kembali ke Mekah. Sebaliknya, bila ada orang Madinah yang lari untuk bergabung dengan Qurais di Mekah, orang-orang Qurais tidak berkewajiban mengembalikannya. Perjanjian tersebut mengikat seluruh warga Mekah dan Madinah. Juga mengikat Bani Bakar yang berpihak pada kubu Mekah, serta Bani Khuza’a yang berpihak pada kubu Madinah.
Rasulullah saw. tampak mengalah dalam perjanjian itu. Hal demikian membuat gusar kaum muslimin lainnya. Umar yang paling tidak sabar. Ia menemui Abu Bakar. “Abu Bakar, bukankah beliau utusan Allah. Bukankah kita ini Muslimin? Mengapa kita mau direndahkan dalam soal agama kita?”. Umar bahkan menyampaikan itu langsung pada Rasulullah saw.
Rasulullah saw. dengan sabar mendengarkan Umar. Namun ia kemudian menutup pembicaraan dengan kalimat: “Saya hamba Allah dan Rasul-Nya. Saya tak akan melanggar perintah-Nya, dan Dia tidak akan menyesatkan saya.” Rombongan kemudian kembali Madinah. Rasulullah saw. memang mengalah dalam perjanjian Hudaibiya itu. Tapi sebenarnya, ia baru memperoleh kemenangan besar. Untuk pertama kalinya kaum Qurais mengakui keberadaan Islam secara resmi, dan mereka juga tak dapat lagi menolak umat Islam untuk berkunjung ke ka’bah tahun depannya. Rasulullah saw. telah mengalihkan bentuk perjuangannya dari perjuangan bersenjata ke perjuangan politik.

Artikel Terkait Lainnya :

SEJARAH ISLAM
CINTA RASUL


0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Justin Bieber, Gold Price in India