Jumat, 11 Mei 2012

BERSUCI DAN SHALAT BAGI ORANG SAKIT


Oleh: Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin

Tata Cara Bersuci bagi Orang Sakit

  • Orang yang sakit wajib bersuci dengan air, berwudhu dari hadats kecil dan mandi dari hadats besar.
  • Jika tidak mampu menggunakan air karena lemah atau takut sakitnya bertambah parah atau takut menghambat kesembuhannya, maka diperbolehkan untuk bertayamum.
  • Cara bertayamum adalah menepukkan tangan ke tanah yang suci dengan kedua tangan sekali tepukan, lalu dengan kedua tangan tersebut (yang telah berdebu) ia mengusap muka lalu mengusap kedua telapak tangannya satu sama lain.
  • Jika ia tidak besa melakukan sendiri, maka orang lain boleh membantunya melakukan wudhu atau tayammum.
  • Jika pada sebagian anggota tubuhnya terdapat luka, ia membasuhnya dengan air, jika dengan air akan memperparah sakitnya, maka ia boleh mengusapnya sekali usapan, yakni dengan membasahi telapak tangan dengan air lalu mengusapkannya di atas luka tersebut. Jika dengan usapan masih juga akan membahayakannya maka ia boleh bertayammum.
  • Jika terdapat anggota tubuhnya yang patah lalu dibalut dengan gibs atau pembalut lainnya, maka ia hanya mengusap saja gibs atau pembalut tersebut, sebagai ganti dari membasuh dan tidak perlu bertayammum karena usapan htu sebagai ganti basuhan.
  • Dibolehkan untuk bertayammum dengan mengusap ke dinding atau benda lain yang suci dan berdebu. Jika di dinding tersebut dicat khusus sehingga debu tidak bisa menempel di atasnya maka dinding tersebut tidak boleh dipakai untuk bertayammum, kecuali jika di atasnya terdapat debu.
  • Jika bertayammum dengan menepuk ke tanah atau dinding atau benda padat yang berdebu tidak mungkin, maka tidak mengapa jika ia menuangkan debu ke bejana atau sapu tangan lalu bertayammum daripadanya.
  • Jika ia bertayammum  untuk melakukan shalat dan ia masih dalam keadaan suci pada waktu shalat yang lain, maka ia boleh melakukan shalat dengan menggunakan tayammumnya yang pertama, ia tidak wajib mengulangi bertayammum untuk shalat yang kedua, sebab ia masih  dalam keadaan suci dan tidak ada yang  membatalkannya. Jika ia bertayammum sebagai pengganti mandi besar ia tidak wajib mengulangi tayammum tersebut kecuali jika ia kembali dalam keadaan janabat. Tetapi ia tetap berkewajiban untuk bertayammum dalam keadaan tersebut jika ingin menghilangkan hadast kecil.
  • Wajib bagi orang sakit untuk membersihkan badannya dari segala najis, jika hal itu tidak bisa ia lakukan, maka ia boleh shalat dalam keadaan tersebut, shalatnya sah dan ia tidak wajib mengulanginya.
  • Wajib bagi orang sakit untuk melakukan shalat dengan pakaian yang bersih. Jika pakaiannya najis ia wajib mencucinya atau menggantinya dengan pakaian lain yang suci, jika tidak mungkin, ia boleh shalat dalam keadaan tersebut, shalatnya sah dan ia tidak wajib mengulanginya.
  • Wajib bagi orang sakit untuk melakukan shalat di atas sesuatu yang suci. Jika tempat itu najis,  ia wajib mencucinya atau menggantinya dengan sesuatu yang suci, atau menghamparkan kain suci diatasnya, Jika tidak mungkin, ia boleh shalat dalam keadaan tersebut, shalatnya sah dan ia tidak wajib mengulanginya.
  • Orang sakit tidak boleh mengakhirkan shalat dengan alasan tidak kuat untuk melakukan bersuci. Ia harus bersuci sesuai dengan kemampuannya, shalat tepat pada waktunya, meskipun pada badan pakaian atau tempatnya terdapat najis yang tidak mampu ia hilangkan. Allah berfirman yang artinya " Bertakwalah kamu sekalian kepada Allah sesuai dengan kemampuanmu" (QS. Attaghabun:16).
  • Jika seseorang terkena penyakit beser sehingga air kencingnya keluar terus menerus, maka hendaknya ia tidak berwudhu untuk melakukan shalat fardhu kecuali telah masuk waktunya, ia harus membasuh kemaluannya lalu membalutnya dengan sesuatu yang bersih sehingga kencinnya tidak mengenai pakaian atau badannya yang bersih, lalu berwudhu untuk shalat. Demikian yang harus ia lakukan pada setiap shalat fardhu. Jika hal itu sulit untuk dilakukan, ia boleh menjama' (menggabung) antara shalat Dhuhur dangan Ashar, atau Magrib dengan Isya'. Adapun untuk shalat sunnat maka ia harus melakukannya seperti tata cara yang kita sebutkan pertama, kecuali jika ia pada waktu shalat fardhu, maka cukup dengan menggunakan wudhu untuk shalat fardhu.
Tata Cara Shalat bagi Orang Sakit

  • Orang sakit wajib melakukan shalat fardhu dengan berdiri meskipun tidak tegak atau bersandar ke dinding atau tongkat.
  • Jika ia tidak bisa berdiri, maka boleh shalat dengan duduk, dan yang lebih utama ia duduk bertumpu di atas kedua kakinya pada posisi berdiri dan ruku'.
  • Jika tidak mampu melakukan shalat dengan duduk, boleh shalat dengan berbaring miring menghadap ke kiblat. Lebih utama berbaring di atas sisi kanan. Jika tidak mampu menghadap ke kiblat boleh menghadap ke arah mana saja.
  • Jika tidak dapat melakukan shalat dengan berbaring miring,  maka ia boleh shalat dengan berbaring telentang dan mengarahkan kedua kakinya ke kiblat. Lebih utama ia mengangkat kepalanxa sedikit sehingga ia bisa menghadap ke kiblat. Jika tidak bisa mengarahkan kedua kakinya ke kiblat, maka ia boleh melakukan shalat semampunya, dan tidak wajib mengulanginya.
  • Orang sakit wajib melakukan ruku' dan sujud dalam shalatnya. jika ia tidak bisa , maka ia harus mengisyaratkan dengan kepalanya. Isyarat untuk sujud lebih rendah daripada isyarat untuk ruku'. Jika mampu ruku' dan tidak mampu sujud, ia harus melakukan ruku' dan mengisyaratkan sujud. Jika mamu sujud dan tidak mamu ruku'  pada saat sujud ia harus melakukannya dan saat ruku' cukup hanya dengan isyarat.
  • Jika tidak mampu melakukan isyarat dengan kepala ketika ruku' dan sujud, maka ia boleh mengisyaratkannya dengan mata. Yakni dengan agak memejamkan mata sedikit sebagai isyarat ruku' dan memejamkan lebih banyak untuk isyarat sujud. Adapun isyarat dengan jari-jari, seperti yang dilakukan oleh sebagian orang sakit, maka hal itu tidak benar. Tidak ada dalil dari Al Qur'an dan As-Sunnah, dan tidak pula dinukil dari para ulama.
  • Jika tidak mampu melakukan shalat dengan isyarat kepala atau mata, maka ia harus shalat dengan hatinya. Ia bertakbir, membaca do'a shalat dan berniat melakukan ruku', sujud, berdiri dan duduk dengan hatinya, dan amalan seseorang  tergantung pada niatnya.
  • Orang sakit wajib melakukan setiap shalat pada waktu yang telah ditentukan, dan melakukan setiap kewajiban yang mampu ia kerjakan. Jika tidak kuasa melakukan setiap shalat pada  masing-masing waktunya, maka ia boleh menjama' (menggabung) antara dhuhur dangan Ashar dan antara Magrib dengan Isya'. Baik itu dengan jama' taqdim yakni dengan mengawalkan shalat Ashar ke waktu Dhuhur, dan Isya' ke waktu Magrib, atau jama' ta'khir yakni dengan mengakhirkan shalat dhuhur ke waktu shalat ashar, dan Magrib ke waktu shalat Isya', tergantung mana yang mudah baginya. Kecuali shalat Shubuh, tidak boleh di jama' dengan shalat sebelumnya atau sesudahnya.
  • Jika orang sakit itu bepergian ke luar negeri atau berobat, maka ia boleh mengqasar shalat yang bilangan rekaatnya empat, yakni : Dhuhur, Ashar dan Isya', menjadi masing-masing dua rekaat hingga ia kembali ke negeri asalnya. Baik masa berobatnya membutuhkan waktu lama atau sebentar.

Artikel Terkait Lainnya :



0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Justin Bieber, Gold Price in India